Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, menilai alat bukti yang disajikan Polda Metro Jaya dalam menetapkan status tersangka Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri tidak sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 dan Pasal 184 KUHAP.
Polda Metro Jaya menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka berdasarkan pemeriksaan terhadap 91 saksi, keterangan dari delapan ahli, sebuah foto pertemuan antara Firli Bahuri dengan mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL), serta surat anonim tertanggal 1 Oktober 2023 yang berjudul ‘Kronologi’ sebagai alat bukti surat.
Yusril menyoroti bahwa meskipun telah ada pemeriksaan terhadap 91 saksi, hal tersebut dihitung sebagai satu alat bukti, yakni keterangan saksi. Namun, jika tidak ada satu pun saksi yang melihat, mendengar, dan mengalami secara langsung tindak pidana yang terjadi, maka alat bukti ini tidak sah secara hukum.
Menurut Yusril, jika penetapan tersangka hanya didasarkan pada keterangan dari satu orang saksi tanpa didukung oleh keterangan saksi lainnya atau alat bukti surat yang sah, maka berlaku asas Unus Testis Nullus Testis. Artinya, keterangan saksi tunggal tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti yang mengikat.
Yusril juga menegaskan bahwa jika penetapan tersangka didasarkan hanya pada satu alat bukti keterangan saksi tunggal, maka penetapan tersebut tidak sah secara hukum. Terkait dengan keterangan delapan orang ahli yang dijadikan alat bukti, Yusril menekankan bahwa keterangan ahli juga harus dinilai dan digunakan secara hati-hati oleh penyelidik dan penyidik.