Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers, Yadi Hendriana. Foto/SINDOnews
JAKARTA – Dewan Pers menyoroti dan memberikan kritik pada draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran berdasarkan draf yang dibahas dalam rapat Baleg DPR pada 27 Maret 2024. Hal ini dikatakan oleh Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers, Yadi Hendriana.
Yadi memberikan catatan-catatan terkait draf RUU penyiaran tersebut. Dirinya menyoroti peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa pers.
“Pasal 8A huruf q dalam RIU yang dibahas Badan Legislasi DPR pada 27 Maret 2024 menyatakan KPI boleh menyelesaikan sengketa jurnalistik di bidang penyiaran pasal ini tentu akan bertentangan dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999,” kata Yadi saat dihubungi, Sabtu (11/5/2024).
Yadi menjelaskan, sengketa pers diselesaikan oleh Dewan Pers sesuai dengan UUNomor 40 Tahun 1999.
“Karena sengketa pers itu seperti dalam Pasal 15 mengenai fungsi-fungsi dewan pers itu salah satunya itu adalah memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers,” jelas Yadi.
“Jadi memang dewan pers ini satu-satunya lembaga yang diberi kewenangan oleh undang-undang untuk menyelesaikan sengketa pers,” sambungnya.
Yadi menilai, kewenangan KPI untuk menyelesaikan sengketa pers akan memberangus kebebasan pers. Menurutnya KPI tidak menjadi bagian dari rezim etik, sedangkan Dewan Pers menjadi bagian rezim tersebut.
“Jadi itu jelas akan memberangus pers kalau seandainya ini ada juga,” ujar Yadi.
Yadi juga menyoroti adanya larangan mengenai eksklusif jurnalistik investigasi yang tertulis pada Draf RUU Penyiaran. Menurutnya adanya aturan tersebut berdampak dengan adanya campur tangan pemerintah dan akan ada pembatasan peliputan.