Berita  

“Populisme Ekonomi: Realitas Moneter Terkuak”

Populisme Ekonomi dan Realitas Moneter: Tantangan pada Independensi Bank Sentral

Populisme ekonomi menjadi isu yang seringkali menghadang independensi bank sentral, termasuk Bank Indonesia (BI). Dalam upaya menjaga stabilitas inflasi, nilai tukar rupiah, dan sistem keuangan, bank sentral harus mempertimbangkan antara kebijakan moneter yang ekonomis dan tekanan politik yang mendorong kebijakan populis. Populisme ekonomi dalam konteks ini mencerminkan kebijakan yang mengejar keuntungan jangka pendek demi popularitas politik, tanpa mempertimbangkan stabilitas dan kehati-hatian moneter yang diperlukan.

Di Indonesia, populisme ekonomi telah menjadi bagian dari sejarah ekonomi politik. Saat terjadi krisis, seperti pandemi COVID-19, tekanan politik terhadap BI meningkat untuk mencetak uang atau memberikan dukungan fiskal besar-besaran. Meskipun terlihat menguntungkan dalam jangka pendek, kebijakan tersebut dapat merusak fondasi ekonomi jangka panjang, terutama terkait stabilitas inflasi.

Terlepas dari tekanan politik, independensi bank sentral merupakan hal yang penting untuk menjaga stabilitas ekonomi. Dengan independensi yang diatur melalui Undang-Undang, seperti di Indonesia, bank sentral memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan moneter tanpa intervensi langsung dari pemerintah. Namun, tantangan tetap ada, terutama ketika kebijakan populis bertentangan dengan tujuan ekonomi jangka panjang.

Dalam konteks global, tekanan politik terus mempengaruhi bank sentral untuk beradaptasi dengan kebijakan populis guna memenuhi harapan masyarakat atau pemerintah. Oleh karena itu, menjaga keseimbangan antara independensi bank sentral dan tuntutan kebijakan populis menjadi kunci utama dalam menjaga stabilitas ekonomi secara keseluruhan.