Prof. DR. Romli Atmasasmita, S.H., LL.M, menjelaskan bahwa EKSEPSI merupukan salah satu upaya hukum penyela di dalam sistem peradilan pidana Indonesia, di mana keberatan yang diajukan akan dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan lebih lanjut. Pasal 156 KUHAP memberikan hak kepada terdakwa dan jaksa/penuntut umum untuk menyatakan keberatan terhadap kewenangan pengadilan mengadili perkara terdakwa. Meskipun demikian, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di PN Jakarta Pusat menolak eksepsi terdakwa Tom Lembong dengan alasan akan dibahas dalam pemeriksaan pokok perkara.
Dalam konteks ini, substansi eksepsi yang diajukan Tom Lembong/Kuasa Hukum menunjukkan pentingnya kewenangan pengadilan untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut. Namun demikian, penolakan eksepsi tanpa alasan yang jelas oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menimbulkan pertanyaan akan keadilan dan kesaksamaan dalam sistem peradilan. Masyarakat luas, terutama di Ibu Kota, diharapkan untuk lebih kritis dalam melihat praktik hukum yang terjadi.
Dalam hal ini, Kejaksaan Agung juga dinilai tidak memberikan penjelasan yang memadai terkait masalah diskriminasi dalam perlakuan hukum tersebut. Penolakan eksepsi Tom Lembong/Kuasa Hukum dapat dianggap sebagai citra peradilan yang terdistorsi, yang harus disikapi dengan serius oleh lembaga terkait. Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung perlu turut serta dalam mengawasi praktik-praktik hukum yang terjadi di PN Jakarta Pusat untuk memastikan tegaknya keadilan dan hukum di negara ini.