Jembatan Suramadu telah menjadi salah satu ikon infrastruktur Indonesia yang menghubungkan Pulau Jawa dan Madura. Kehadirannya tidak hanya mempermudah mobilitas masyarakat, tetapi juga menjadi simbol kemajuan dan konektivitas antarpulau yang dulunya terpisah oleh lautan luas. Dengan panjang mencapai lebih dari lima kilometer, jembatan ini tak hanya memikat perhatian karena dimensinya yang mengesankan, tetapi juga karena peran strategisnya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan. Tidak mengherankan jika Jembatan Suramadu kerap dianggap sebagai salah satu pijakan utama dalam mendorong kemajuan wilayah timur Indonesia.
Sejarah gagasan dan perencanaan pembangunan
Jembatan Suramadu, yang menghubungkan Kota Surabaya di Pulau Jawa dengan Kabupaten Bangkalan di Pulau Madura, merupakan jembatan terpanjang di Indonesia dengan panjang mencapai 5.438 meter. Pembangunan jembatan ini bertujuan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan ekonomi di Pulau Madura yang sebelumnya tertinggal dibandingkan kawasan lain di Provinsi Jawa Timur. Ide pembangunan Jembatan Suramadu pertama kali dicetuskan oleh Prof. Dr. Sedyatmo, seorang insinyur sipil terkemuka, pada tahun 1960-an. Beliau merancang desain jembatan ini dan juga dikenal sebagai pencipta fondasi “ceker ayam” yang digunakan secara luas di berbagai negara. Setelah Prof. Sedyatmo meninggal pada tahun 1984, gagasan ini sempat terhenti.
Pada era Orde Baru, di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, rencana pembangunan Jembatan Suramadu kembali mencuat dengan diterbitkannya Keputusan Presiden RI Nomor 55 Tahun 1990 tentang Pembangunan Jembatan Surabaya-Madura pada 14 Desember 1990. Namun, proyek ini tidak segera direalisasikan hingga Presiden Soeharto lengser. Kendati demikian, pembangunan Jembatan Suramadu dimulai pada 20 Agustus 2003 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri dan sempat terkendala anggaran. Namun, jembatan ini akhirnya diresmikan kembali oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 10 Juni 2009.
Struktur dan fungsi jembatan Suramadu
Jembatan Suramadu terdiri dari tiga bagian utama: jalan layang (causeway), jembatan penghubung (approach bridge), dan jembatan utama (main bridge). Jembatan ini memiliki dua jalur kendaraan di setiap arah, serta dilengkapi dengan jalur darurat dan jalur khusus untuk sepeda motor. Awalnya, Jembatan Suramadu berfungsi sebagai jalan tol dengan tarif tertentu. Namun, pada 2018, pemerintah memutuskan untuk menggratiskan tarif tol demi mendorong pertumbuhan ekonomi di Pulau Madura.
Sejak dioperasikan, Jembatan Suramadu telah memberikan dampak besar terhadap mobilitas dan perekonomian antara Surabaya dan Madura. Akses yang lebih mudah mendorong peningkatan investasi dan pariwisata di Madura, serta memperkuat integrasi antara kedua wilayah tersebut. Dengan sejarah panjang dan peran strategisnya, Jembatan Suramadu tidak hanya menjadi ikon arsitektur, tetapi juga simbol kemajuan infrastruktur Indonesia dalam menghubungkan berbagai wilayah demi pemerataan pembangunan.