Arisan, salah satu tradisi sosial yang melibatkan pengumpulan dana secara bergiliran, juga berperan sebagai ajang silaturahmi dan memperkuat hubungan sosial di Indonesia. Awal mulanya, praktik arisan berasal dari budaya Tionghoa yang kemudian diakulturasi dengan nilai-nilai lokal Indonesia. Konsep arisan sudah dikenal dalam komunitas Tionghoa selama lebih dari seribu tahun sebagai bentuk solidaritas dan dukungan finansial antar anggota komunitas. Seiring dengan masuknya pedagang Tionghoa ke wilayah Nusantara, praktik arisan ini diadopsi dan dimodifikasi oleh masyarakat Indonesia.
Di Indonesia, arisan telah mengakar kuat dan melintasi berbagai etnis atau daerah. Nilai-nilai lokal seperti gotong royong, kekeluargaan, dan kebersamaan ikut memperkaya makna arisan dalam kehidupan sehari-hari. Arisan dilakukan oleh kelompok orang yang berkumpul secara berkala, dimana setiap anggota menyetor uang atau barang dalam nominal yang telah ditentukan. Kemudian dilakukan pengundian untuk menentukan siapa yang berhak menerima dana atau barang tersebut pada periode tersebut, hingga seluruh peserta memperoleh bagian mereka masing-masing.
Jenis-jenis arisan yang berkembang di masyarakat antara lain arisan uang, arisan barang, dan arisan emas. Arisan tidak hanya berfungsi sebagai mekanisme keuangan informal, tapi juga mempererat hubungan sosial dan memupuk nilai-nilai seperti kepercayaan, solidaritas, dan tanggung jawab kolektif. Namun, arisan juga tidak lepas dari risiko, terutama yang dikenal sebagai arisan bodong, dimana kasus penipuan sering terjadi.
Nilai budaya dalam arisan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Indonesia sejak lama. Sebagai sarana gotong royong, arisan membantu membangun infrastruktur dan meningkatkan rasa kebersamaan masyarakat. Meskipun membawa banyak manfaat, masyarakat perlu tetap waspada terhadap potensi penipuan dalam bentuk arisan bodong dengan memastikan kredibilitas penyelenggara dan transparansi aturan dalam kegiatan arisan.
