Ancaman terorisme di masa depan diprediksi akan semakin tersembunyi dan sulit dideteksi, sehingga kewaspadaan harus tetap menjadi prioritas. Meskipun Indonesia belum mengalami serangan teroris dalam dua tahun terakhir, laporan dari The European Union Terrorism Situation and Trend Report (EU TE-SAT) 2024 menunjukkan indikasi penting terkait potensi serangan yang gagal atau berhasil digagalkan. Uni Eropa mencatat 120 serangan teroris pada tahun 2024, dengan serangan berbasis ‘keagamaan’ menjadi yang paling signifikan.
Prof Mirra Noor Milla, Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, mengingatkan bahwa meskipun upaya meredam terorisme telah berhasil, namun ancaman tersebut masih tetap ada. Beliau menekankan perlunya memperkuat sistem deteksi dini guna mengurangi potensi serangan sebelum terjadi. Contoh nyata dari ancaman terorisme adalah penangkapan terduga anggota terorisme MAS di Gowa, Sulawesi Selatan, yang terafiliasi dengan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang terkait dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Dalam situasi di mana tidak ada serangan teroris dalam rentang waktu tertentu, penting untuk tetap waspada terhadap potensi ancaman yang mungkin lebih sulit terdeteksi. Hal ini disampaikan oleh Prof Mirra yang menyoroti kemampuan kelompok teroris untuk beradaptasi dan berubah dalam strategi maupun struktur internal mereka. Memantau, mengobservasi, dan mengidentifikasi potensi risiko serta kondisi lingkungan yang mendukung serangan terorisme menjadi kunci dalam memitigasi ancaman tersebut.