Masyarakat Diajak Kenali Risiko Kekerasan Seks

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengajak masyarakat untuk lebih memahami risiko kekerasan seksual yang terjadi di dua lokasi kritis, yakni di tempat pendidikan dan panti sosial. Menurut undang-undang, kedua lokasi ini perlu diwaspadai karena rentan terjadi kasus-kasus kekerasan seksual. Kasus pencabulan yang terjadi di Tangerang menjadi sebuah pembelajaran penting bagi masyarakat untuk lebih waspada, karena kasus semacam ini juga bisa terjadi pada anak-anak sendiri. Data menunjukkan bahwa kejadian kekerasan seksual mayoritas terjadi di rumah, dengan pelaku yang didominasi oleh orang tua dan teman sebaya.

Masyarakat juga diingatkan bahwa pelaku kekerasan seksual, terutama jika berprofesi sebagai guru, akan menghadapi sanksi yang berat sesuai dengan hukum yang berlaku. Bagi korban pelecehan seksual di setiap daerah, pemerintah telah menyediakan fasilitas pelayanan untuk memberikan perlindungan dan pendampingan. Masyarakat diminta untuk lebih peka terhadap tanda-tanda kekerasan seksual dan melaporkan kejadian tersebut agar para pelaku dapat diadili sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Sebelumnya, seorang guru yang merupakan tersangka dalam kasus pencabulan anak di Tangerang dijerat dengan Pasal 76E jo. Pasal 82 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Tindakan kekerasan seksual ini sangat serius, dengan ancaman hukuman penjara minimal lima tahun dan maksimal 15 tahun serta denda hingga Rp5 miliar.Ini menjadi peringatan bagi siapa pun yang berencana melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak untuk berpikir dua kali dan tidak mengulangi tindakan kekerasan yang merugikan korban.