Tentara Nasional Indonesia (TNI) lahir dari rahim rakyat Indonesia, demikian disampaikan oleh Abdul Haris Fatgehifon, Guru Besar Damai dan Resolusi Konflik dari Rumpun Ilmu Pertahanan Universitas Negeri Jakarta. Hal ini penting untuk dipahami dalam konteks persatuan di tengah resistensi terhadap RUU TNI yang telah disahkan menjadi UU No 3 Tahun 2025. Menurut Haris, TNI bukan hanya kekuatan bersenjata, tetapi juga bagian integral dari perjuangan dan pembangunan nasional yang didasari oleh semangat persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia.
Sejarah TNI menunjukkan bahwa pendirinya berasal dari berbagai latar belakang, termasuk para pendidik seperti Jenderal Sudirman dan Jenderal AH Nasution, yang membentuk filosofi dan karakter militer Indonesia. TNI sendiri tidak secara langsung dibentuk sebagai tentara profesional, melainkan sebagai tentara pejuang yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.
Dalam perjalanannya, TNI tetap menunjukkan loyalitas pada pemerintah yang sah, seperti yang terjadi selama era revolusi kemerdekaan hingga masa reformasi. Meskipun menghadapi turbulensi politik, TNI tidak pernah melakukan kudeta dan selalu menghormati proses demokrasi. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran TNI sebagai penjaga keamanan dan kedaulatan negara, serta sebagai bagian tak terpisahkan dari semangat persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia.