Berita  

Potong Gaji Pejabat Publik: Pelajaran dari Muhammadiyah

Pada Minggu lalu, keseluruhan populasi merasakan ketidakpastian dari pertumbuhan ekonomi yang tidak jelas arahnya. BPS mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2%, sementara DPR justru menambah pendapatan dengan pemberian berbagai tunjangan. Di sisi lain, beban pajak khususnya PBB di beberapa daerah meningkat secara signifikan, menyebabkan kemarahan di Pati dan daerah lainnya.

Protes terhadap DPR kian meningkat di hari-hari ini, terutama setelah meninggalnya Affan Kurniawan yang kembali menyoroti ketidakpedulian elite ekonomi, politik, dan aparat terhadap rakyat. Kepolisian sendiri seringkali berada di posisi yang harus berhadapan langsung dengan ketidakpuasan rakyat terhadap elite.

Untuk meredakan kemarahan rakyat, presiden sebaiknya menunjukkan kepedulian dan empati terhadap nasib rakyat, salah satunya dengan mengumumkan pemotongan gaji untuk pejabat publik. Hal ini seharusnya dijadikan sebagai bentuk pengabdian, bukan sebagai ajang pencarian keuntungan pribadi.

Sebagai contoh praktik baik, Muhammadiyah diketahui sebagai salah satu lembaga yang sangat kaya namun pejabat di dalamnya tidak menerima gaji. Mereka baru menerima gaji ketika menjabat sebagai dosen, dokter, pemimpin rumah sakit, atau perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan komitmen untuk benar-benar melayani umat dan masyarakat tanpa pamrih.

Beberapa negara juga telah mencontoh praktik pemotongan gaji sebagai bentuk solidaritas dalam menghadapi kesulitan ekonomi rakyat, seperti Selandia Baru yang melakukan pemotongan gaji bagi PM dan menteri, Singapura yang melakukan pemotongan gaji bagi presiden, menteri, dan anggota parlemen, serta India yang memotong gaji anggota parlemen dan menteri.

Ini adalah langkah-langkah konkret yang bisa diambil untuk menunjukkan kepedulian dan solidaritas terhadap kesulitan yang dihadapi oleh rakyat. Dengan demikian, diharapkan akan tercipta iklim yang lebih baik antara elite politik dan rakyat.

Source link