Sejarah pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948 menjadi salah satu peristiwa kelam pascakemerdekaan Republik Indonesia. Pemberontakan ini melibatkan sejumlah tokoh politik komunis yang cukup ternama pada saat itu. Banyak korban jiwa yang tewas akibat pemberontakan ini, dan pemerintah harus turun tangan dengan mengirim personel militer dan bantuan dari para santri untuk menghentikan pemberontakan tersebut.
Pemberontakan PKI Madiun terjadi di Madiun, Jawa Timur, pada bulan September hingga Desember 1948. Peristiwa ini dimulai dengan propaganda antipemerintah dan pemogokan kerja oleh kaum buruh. Selain itu, beberapa tokoh penting diculik dan dibunuh dalam rangka pemberontakan ini.
Puncak pemberontakan terjadi pada tanggal 18 September 1948 ketika para pemberontak berhasil menguasai kota Madiun dan menyatakan berdirinya Republik Soviet Indonesia. Pemerintah segera merespons dengan mengirim pasukan pimpinan Kolonel Gatot Subroto dan Kolonel Sungkono untuk menghentikan pemberontakan tersebut.
Pada akhirnya, Musso tewas dalam pertempuran di Ponorogo pada tanggal 31 Oktober 1948, dan Amir Syarifudin ditangkap dan dieksekusi bersama dengan tokoh-tokoh lain yang mendukung pemberontakan PKI Madiun.
Pemberontakan PKI Madiun dipicu oleh jatuhnya kabinet Amir Sjarifuddin dan diterapkannya kebijakan Rekonstruksi dan Rekonsiliasi oleh Kabinet Hatta I. Hal ini membuat Amir semakin memberontak dan membentuk Front Demokrasi Rakyat dan bekerja sama dengan PKI serta organisasi kiri lainnya.