Sebanyak lima orang penggerak budaya menerima penghargaan Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) 2024 untuk kategori Pelopor dan/atau Pembaru. Mereka adalah Ainar Tri Asita (Koreografer Tari), Laura Tias Avionita Sinaga (Penari dan Koreografer Disabilitas), Lisabona Rahman (Pengarsip Film), Mulyani (Seni Tari), serta Papermoon Puppet Theatre (Teater Boneka).
Adapun penghargaan AKI 2024 digelar di The Tribrata Hotel and Convention Darmawangsa, Jakarta, Selasa (17/9/2024). Sedangkan penghargaan tersebut dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Tema AKI 2024 adalah Persembahan Istimewa bagi Penggerak Budaya menjadi wujud apresiasi pemerintah kepada pelaku budaya di Indonesia atas dedikasinya dalam upaya pemajuan kebudayaan sekaligus sebagai ajang untuk mengajak masyarakat turut andil dalam melestarikan budaya.
1. Inovasi koreografi tari Ainar
Ainar Tri Asita bertalenta di bidang koreografi tari. Dia pernah menjadi penari termuda yang unjuk kebolehan pada Solo Dance Festival di Teater Besar Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.
Dia juga aktif pada kinerja pengarsipan dan riset budaya selain berbakat dalam menciptakan koreograferi tari. Tak sedikit karya seninya yang berdasarkan hasil riset ditampilkan di Palu, Sulawesi Tengah sebagai kota kelahiran perempuan berusia 42 tahun ini.
“Apresiasi penghargaan dari Kemendikbudristek ini memicu saya agar terus berkarya di bidang seni dengan lebih baik lagi untuk masa depan kebudayaan Indonesia. Perjalanan menciptakan karya seni terbaik lainnya untuk Indonesia masih amat panjang,” ujar Ainar dalam siaran pers, Selasa (24/9/2024).
Ainar selama 26 tahun terakhir ini aktif dalam organisasi formal maupun komunitas seni. Dia pernah membuat inovasi artistik sehingga memperluas praktik tari dengan menggabungkan media video berjudul 48 Hours hingga berhasil dipamerkan di Climatology Film Festival di Cina 2022.
2. Laura menghadirkan budaya tari Simalungun
Berkat kepiawaian Laura Tias Avionita Sinaga, kekayaan seni Simalungun, Sumatera Utara mampu berpadu dengan koreografi tari modern. Dedikasinya pada dunia seni tari tidak perlu diragukan meski Laura seorang penyandang disabilitas.
“Saya memang sudah suka menari sejak masih kecil, apalagi tarian Simalungun. Oleh sebab itu saya benar-benar ingin memantapkan pilihan untuk mengembangkan seni tari dan bagaimana menyelaraskannya dengan budaya Simalungun,” ujar Laura.