portal berita online terbaik di indonesia

Prabowo Subianto: Kebijakan Tetangga yang Baik

Prabowo menunjukkan kekuatan dalam logika geopolitik. Dia memulai paparannya dengan menyoroti posisi geografis Indonesia. Menurut Prabowo, Indonesia memiliki posisi geografis yang strategis dan merupakan salah satu titik yang banyak dilalui oleh rute perdagangan internasional.

Prabowo menekankan pentingnya bagi Indonesia untuk memanfaatkan keuntungan tersebut dengan berperan sebagai tetangga yang baik bagi negara-negara di sekitarnya. Dia menyoroti prinsip “seribu teman tidak cukup, satu musuh terlalu banyak” sebagai arah rencana strategi kebijakan luar negeri Indonesia untuk menjalin hubungan baik dan meminimalisir konflik dengan negara-negara lain.

Prabowo juga mengambil contoh keberhasilan negara-negara Timur dalam memerangi kemiskinan, seperti Tiongkok yang berhasil mengurangi angka kemiskinan dalam 50 tahun terakhir. Dia menegaskan perlunya Indonesia untuk belajar dari kesuksesan negara-negara Timur dalam upaya memberantas kemiskinan, yang harus disesuaikan dengan kondisi Indonesia.

Menurut Prabowo, kesuksesan Indonesia dalam menghapus kemiskinan dapat menjadi kunci dalam meningkatkan peran Indonesia sebagai pemimpin di kawasan dan di dunia. Dia juga menegaskan bahwa kebijakan luar negeri Indonesia akan tetap berpegang pada prinsip bebas-aktif, tetap menjadikan Indonesia sebagai negara non-blok dan non-terikat, serta menjaga hubungan baik dengan negara-negara besar.

Prabowo akan secara aktif mempromosikan dialog, perdamaian, kompromi, dan kerja sama internasional, serta menjamin sikap non-terikat Indonesia dalam bentuk keterbukaan untuk bekerja sama dengan pihak manapun yang sesuai dengan kepentingan nasional Indonesia. Dia juga menyoroti adanya kesetaraan dalam hubungan antar-negara di berbagai isu.

Penekanan Prabowo pada menjadi tetangga yang baik harus dijaga dengan mempertahankan hubungan baik dengan negara sahabat, memperkuat kepemimpinan di kawasan, dan menjalankan kerja sama dengan negara-negara besar. Artikel ini disusun oleh Tim Riset Analisis Kebijakan Luar Negeri dan Diplomasi, Program Pascasarjana Hubungan Internasional, Universitas Indonesia.

Exit mobile version