Penurunan kualitas demokrasi di Indonesia telah mencapai puncaknya sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) terlibat dalam cawe-cawe di Pemilu 2024, menurut pengamat politik Ray Rangkuti. Ray mengungkapkan bahwa praktik penyalahgunaan demokrasi, terutama melalui penggunaan kekuasaan pemerintah, dapat membuat petahana terbiasa menggunakan berbagai cara dalam kontestasi politik.
“Jika tidak ada mekanisme yang mengungkap berbagai pelanggaran dalam penggunaan kekuasaan, kita akan terbiasa dengan petahana yang menggunakan segala cara untuk meraih kemenangan dalam pemilu,” ujar Ray dalam sebuah diskusi di Jakarta Pusat.
Ray menyoroti politisasi pembagian bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat sebagai salah satu bentuk penyalahgunaan kekuasaan. Menurutnya, bansos tersebut telah terbukti memberikan keunggulan bagi peserta pemilu tertentu, yang merusak integritas Pemilu 2024.
Untuk itu, Ray menganggap pentingnya hak angket sebagai alat pemeriksa terhadap praktik kekuasaan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi selama Pemilu 2024. Ia juga menekankan peran Mahkamah Konstitusi dalam mengontrol kekuasaan pemerintah.
Menanggapi hal tersebut, Anggota DPR dari Fraksi PKB, Luluk Nur Hamidah, juga menekankan pentingnya hak angket sebagai alat klarifikasi terhadap praktik kekuasaan selama penyelenggaraan Pemilu 2024. PKB telah menyatakan dukungannya terhadap pengajuan hak angket di DPR.
Diskusi tersebut dihadiri oleh beberapa narasumber lainnya, seperti Politisi PDIP Firman Jaya Daeli, Politikus PKB Luluk Nur Hamidah, dan akademisi UNJ Ubedilah Badrun.