Mantan hakim konstitusi Maruarar Siahaan menyebut Anwar Usman seharusnya mundur dari Mahkamah Konstitusi (MK) jika punya budaya malu. Diketahui, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi pemberhentian Anwar Usman paman Gibran Rakabuming Raka sebagai Ketua MK. Anwar dianggap terbukti melakukan pelanggaran berat kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam sapta karsa hutama, prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.
Hal ini berkaitan dengan laporan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim soal putusan batas usia capres cawapres 40 tahun atau punya pengalaman jadi kepala daerah. Meski begitu Anwar Usman tetap menjadi hakim konstitusi.
Maruarar Siahaan mengatakan jika melihat budaya malu atau shame culture seharusnya Anwar bisa mengundurkan diri. Terlihat adanya konflik kepentingan Anwar Usman dalam menyidangkan perkara nomor 90/PUU-XXI/2003.
Sebab pascaputusan itu, Gibran memanfaatkan momentum dengan mendaftar diri sebagai calon wakil presiden (cawapres) peserta Pilpres 2024. “Barangkali ini agar efektif, kalau di shame culture di mana ada shame culture itu sudah tidak usah saya terjemahkan. Semua orang akan mundur kalau keadaan seperti ini,” ucap Maruarar di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).
Dia mengatakan, keputusan itu tetap berada di tangan paman Gibran, apakah akan tetap bekerja di MK. Menurutnya, pascaputusan MKMK ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga bisa mendepak Anwar Usman dari MK. “Karena sorry to say Pak Anwar iparnya presiden, yang mengeluarkan keputusan pemberhentian nanti ya pak presiden,” ucapnya.
Diketahui, Anwar tetap berstatus sebagai hakim MK, dalam kata lain, putusan MKMK tersebut hanya membuat Anwar Usman turun jabatan. Keputusan itu berlaku sejak dibacakan, Selasa (7/11/2023).