Berita  

“Revisi UU Tipikor: Membasmi Korupsi di Indonesia”

Romli Atmasasmita yang merupakan Menko Hukum, Imigrasi, dan Pemasyarakatan menyatakan bahwa revisi UU Tipikor yang dibicarakan oleh Yusril Ihza Mahendra menandakan kegentingan dalam upaya memberantas korupsi di Indonesia. Gagasan ini muncul akibat dari tiga masalah utama. Pertama, ketidakpastian hukum dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU KPK bahkan terjadi di Mahkamah Agung. Kedua, interpretasi hukum tentang tindak pidana korupsi yang berbeda-beda. Ketiga, penempatan KPK dalam kekuasaan eksekutif mengakibatkan keraguan pada independensinya. Keberagaman ini telah menyebabkan ketidakpastian dalam penegakan hukum terhadap kasus korupsi.

Kondisi tersebut menunjukkan perlunya revisi UU Tipikor untuk mengembalikan upaya pemberantasan korupsi ke jalur yang sesuai dengan tujuan awalnya. Penerapan UU Tipikor telah menyimpang karena kurangnya pemahaman para aparat hukum tentang filosofi dan misi UU tersebut. Di antara penyebabnya adalah lemahnya pelatihan dan edukasi para hakim tentang korupsi. Kesalahan hakim dalam memahami wewenang pengadilan tipikor juga telah menciptakan proses peradilan yang tidak adil. Hal ini terutama terjadi ketika harta kekayaan yang diduga berasal dari korupsi dicampur dengan harta kekayaan yang sah.

Kelemahan-kelemahan tersebut harus segera diperbaiki melalui revisi UU Tipikor agar penegakan hukum terhadap korupsi dapat dilakukan dengan lebih adil. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga perlu diperkuat agar dapat melacak asal-usul uang hasil korupsi dengan lebih efektif. Langkah-langkah ini akan menegaskan komitmen Indonesia dalam memberantas praktik korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.

Exit mobile version