portal berita online terbaik di indonesia
Berita  

Calon Pemimpin Tak Melanggar HAM dan Politisasi Agama

Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta menyelenggarakan diskusi dengan tema Kriteria Pemimpin dalam Perspektif Maqashid Syariah di Ponpes Az-Ziyadah, Klender, Jakarta Timur. Acara tersebut dihadiri oleh seluruh pengurus LBM PWNU DKI Jakarta, sejumlah kiai, ustaz, guru, dan santri pondok pesantren se-DKI Jakarta.

Forum diskusi ini mengambil referensi dari kitab-kitab klasik dan kontemporer untuk menghasilkan Resolusi Jihad Kebangsaan Memilih Pemimpin Negeri. Isi resolusi tersebut antara lain adalah calon pemimpin negara tidak boleh terlibat dalam kasus pelanggaran HAM dan politisasi agama untuk kepentingan pribadi dan golongan.

“Diskusi itu diadakan untuk merespons isu-isu aktual dan kontekstual yang tengah berlangsung,” kata Ketua LBM PWNU DKI Jakarta KH Mukti Ali Qusyairi.

Menurutnya, isu kepemimpinan sangat relevan untuk dibahas saat ini. Tujuannya adalah memberikan edukasi kepada masyarakat agar memiliki acuan dalam memilih pemimpin yang dapat membawa kemaslahatan bagi bangsa dan negara, serta berpihak terhadap kepentingan rakyat.

“Mendekati Pemilu 2024, isu kepemimpinan perlu mendapatkan perhatian semua pihak. Secara khusus, LBM PWNU DKI Jakarta mengadakan diskusi ini untuk melihat pandangan agama mengenai kriteria pemimpin agar masyarakat memiliki pedoman dalam memilih pemimpin yang ideal untuk negeri ini,” ujarnya.

Kiai Mukti menambahkan bahwa maqashid syariah (tujuan-tujuan syariat) yang dibahas dalam diskusi Bahtsul Masail ini dijadikan sebagai standar dan nilai umum dari Islam. Hal ini untuk menilai calon pemimpin yang paling layak memimpin negeri dengan rekam jejak yang baik.

“Maqashid syariah terdiri dari sejumlah hak dasar, yaitu menjaga hak kebebasan beragama, menjaga hak hidup, menjaga hak berpikir dan berpendapat, menjaga kehormatan manusia, menjaga keturunan dan ketahanan keluarga, dan menjaga harta dan pemenuhan ekonomi,” terangnya.

Enam hak dasar tersebut dapat menjadi standar dan acuan bagi masyarakat dalam memilih sosok pemimpin yang dianggap mampu memenuhi hak-hak tersebut.

Pengasuh Ponpes Fashihuddin Depok KH Asnawi Ridwan menegaskan bahwa politik dan kepemimpinan adalah masalah yang hipotetis dan ijtihadi, bukan salah satu rukun agama yang tetap. Oleh karena itu, kriteria pemimpin yang dipilih dapat didiskusikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia sebagai negara yang menganut sistem demokrasi. Islam secara mendasar tidak melihat pemimpin dari sisi agama dan jenis kelaminnya semata.

Exit mobile version