Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebut gelombang panas yang melanda ASEAN merupakan yang tertinggi selama 170 tahun terakhir. Foto/MPI
JAKARTA – Gelombang panas atau heat wave melanda sejumlah wilayah di Asia termasuk ASEAN. Bahkan, tercatat suhu maksimum di negara Kamboja mencapai level tertinggi dalam 170 tahun terakhir yakni dengan 43 derajat celcius. Meski gelombang panas telah melanda sejumlah negara di ASEAN, namun Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati memastikan gelombang panas tidak melanda Indonesia. Dwikorita menegaskan cuaca panas yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini bukanlah akibat gelombang panas atau heat wave. Berdasarkan karakteristik dan indikator statistik pengamatan suhu yang dilakukan BMKG, kata dia, fenomena cuaca panas tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai gelombang panas. “Memang betul, saat ini gelombang panas sedang melanda berbagai negara Asia, seperti Thailand dengan suhu maksimum mencapai 52 derajat celcius. Kamboja, dengan suhu udara mencapai level tertinggi dalam 170 tahun terakhir, yaitu 43 derajat celcius pada minggu ini. Namun, khusus di Indonesia yang terjadi bukanlah gelombang panas, melainkan suhu panas seperti pada umumnya,” ungkap Dwikorita di Jakarta, Senin (6/5/2024). Dwikorita menerangkan, kondisi maritim di sekitar Indonesia dengan laut yang hangat dan topografi pegunungan mengakibatkan naiknya gerakan udara. Sehingga dimungkinkan terjadinya penyanggaan atau buffer kenaikan temperatur secara ekstrem dengan terjadi banyak hujan yang mendinginkan permukaan secara periodik. Hal inilah yang menyebabkan tidak terjadinya gelombang panas di wilayah Kepulauan Indonesia. Suhu panas yang terjadi, kata Dwikorita, adalah akibat dari pemanasan permukaan sebagai dampak dari mulai berkurangnya pembentukan awan dan berkurangnya curah hujan. Sama halnya dengan kondisi gerah yang dirasakan masyarakat Indonesia akhir-akhir ini, tambah dia, hal tersebut juga merupakan sesuatu yang umum terjadi pada periode peralihan musim hujan ke musim kemarau, sebagai kombinasi dampak pemanasan permukaan dan kelembaban yang masih relatif tinggi pada periode peralihan ini. “Periode peralihan ini umumnya dicirikan dengan kondisi pagi hari yang cerah, siang hari yang terik dengan pertumbuhan awan yang pesat diiringi peningkatan suhu udara, kemudian terjadi hujan pada siang menjelang sore hari atau sore menjelang malam hari,” paparnya. Sedangkan pada malam hari, kondisi gerah serupa juga dapat terasa jika langit masih tertutup awan dengan suhu udara serta kelembaban udara yang relatif tinggi. Selanjutnya, udara berangsur-angsur dirasakan mendingin kembali jika hujan sudah mulai turun.