Dalam tengah meningkatnya konflik global seperti antara Iran-Israel, Palestina-Israel, India-Pakistan, dan peristiwa berkepanjangan di Suriah, banyak narasi yang muncul di publik dan media sosial. Situasi ini sering dimanfaatkan oleh kelompok garis keras untuk menyebarkan propaganda, ideologi ekstrem, dan melakukan rektrutmen serta penggalangan dana. Arif Budi Setyawan, mantan narapidana kasus terorisme yang kini berfokus pada upaya pencegahan ekstremisme, menyoroti bahwa konflik di Timur Tengah tidak hanya dipicu oleh faktor agama, tetapi juga oleh politik, ekonomi, dan ideologi tertentu. Menurut Arif, perang memiliki motif politik dan ekonomi yang memerlukan energi, pasukan, dan motivasi kuat, walaupun agama sering digunakan sebagai katalisator.
Dalam pernyataannya, Arif menekankan pentingnya berpikir kritis dalam menerima informasi, terutama narasi ekstrem yang tersebar luas di media sosial. Ia mengingatkan masyarakat untuk selalu mempertanyakan tujuan di balik setiap narasi yang diterima agar tidak mudah diprovokasi. Arif mengatakan bahwa hal ini penting untuk memastikan apakah sebuah narasi berdampak positif atau justru merusak persatuan dan kehidupan bersama di masyarakat.